BLANTERORBITv102

Mengawali Circular Economy dari Karbon Biru, Yulia Ratnasari untuk Sustainable Development Indonesia

Wednesday, September 4, 2024

 

Karbon biru


Seorang perempuan terlihat begitu antusias melakukan briefing pada para relawan. Cuaca Surabaya sudah terasa panas dan terik meski masih terbilang pagi. Ada beberapa bibit tanaman di sekitar area gazebo yang disiapkan oleh penyelenggara kegiatan, bibit yang sama dengan yang sedang dipegang oleh Yulia Ratnasari, founder komunitas Karbon Biru, sang punggawa kegiatan.

Tepat di hari mangrove sedunia pada 26 Juli 2022, Yulia memulai tapak pertama menggagas ekonomi berkelanjutan bersama Karbon Biru dengan menanam 1000 bibit mangrove di wisata hutan mangrove Wonorejo, Surabaya.

"Kegiatan ini tidak lepas dari keberhasilan saya mendapatkan dana dan mentoring dari WWF Belanda setelah memenangkan kompetisi INNO Challenge 2022. Kemenangan itu tidak hanya dukungan dana, tapi sebuah validasi dari mimpi-mimpi saya untuk berkontribusi pada sustainability". Kata Yulia.


Penanaman awal mangrove oleh Karbon Biru
Sumber: ig Karbon Biru

Karbon Biru, sesuai namanya diambil dari terminologi kemampuan ekosistem karbon biru untuk menangkap karbon di udara dan menyimpannya di dalam tanah sebagai biomassa,  sebuah alternatif solusi mitigasi iklim. Pemilihan pohon mangrove oleh Karbon Biru bukan tanpa alasan, karena hutan mangrove mampu menyerap karbon di udara 4 kali lebih besar dan 30-50 kali lebih cepat dari hutan terestrial per hektarnya.

Indonesia memiliki hutan mangrove sekitar 20-25% dari ekosistem mangrove dunia dengan luasan sekitar 3,36 juta hektar. Namun data dari Global Mangrove Alliance lebih dari 60% hutan mangrove telah hilang atau terdegradasi, mayoritas dialih-fungsikan menjadi tambak.

Padahal mangrove adalah ekosistem luar biasa yang mampu memberikan kelangsungan hidup bagi banyak makhluk di sekitarnya. Ikan, kepiting hidup bagus di sela-sela akarnya. Burung dan seranggga di ranting. Belum lagi kemampuannya mencegah bencana seperti erosi, abrasi, tsunami, pasang surut air laut dan lainnya. Selain itu hutan mangrove juga mampu menyediakan servis ekologi bagi masyarakat sekitar dan alam. 

Disampaikan oleh Ayu Dewi Mega, sekretaris utama BRGIN potensi penyerapan karbon hutan mangrove Indonesia mencapai 1,084 Mega ton. dengan potensi sebesar itu mitigasi iklim sangat mungkin dilakukan dengan baik di Indonesia.

"Saya memiliki ide menanam mangrove untuk memperbaiki biogeochemical yang sejalan dengan sustainable development untuk Indonesia. Karena mangroves are like one-size-fits-all solution untuk mengatasi berbagai climate issues". Ujar Yulia.


Penanaman mangrove oleh Karbon Biru
Sumber: ig Karbon Biru

Per Januari 2024 Karbon Biru sudah menanam 6120 pohon mangrove dengan  kisaran 27 ton karbondioksida terserap dalam 10 tahun. Ribuan pohon mangrove tersebut ditanam dalam 5 proyek lokal yang melibatkan sekitar 12 dukungan kemitraan dan 250 relawan. Mayoritas masih dikerjakan di lahan pemerintah atau pihak lain.

"Saya ingin menciptakan pertumbuhan ekonomi yang dapat sejalan dengan konservasi. Menanam mangrove adalah langkah awal, tantangannya ada pada bagaimana menjaga hutan yang telah ditanam. Karena saat ini mindset kebanyakan masyarakat ingin sekali mengalihfungsikan hutan mangrove menjadi tambak yang dinilai lebih bernilai ekonomi".

Ketertarikan pada circular economy

Awal tertarik pada isu-isu lingkungan dan social empowerment adalah saat bekerja di Danone. Saat itu Yulia melihat proses inovasi Danone membuat botol 100% hasil daur ulang PET. Itu adalah botol pertama di Indonesia 100% hasil daur ulang. Dari sana Yulia ingin ikut berkontribusi pada sustainability.

"Kalau di ekonomi linier konsepnya ambil, konsumsi, nyampah. Padahal sampah sudah menjadi salah satu momok baru di dunia yang menyebabkan banyak masalah. Karena itu saya tertarik dengan ekonomi sirkular yang memiliki konsep untuk mengeliminasi sampah, bahkan melihat sampah sebagai resource yang bisa dimanfaatkan kembali".

Ketertarikan Yulia terhadap circular economy seperti mendapat dukungan semesta dengan menjadi salah satu awardee program Erasmus Mundus untuk belajar Industrial Ecology/Circular Economy di 4 kampus ternama dunia. Karena basic pendidikannya lebih ke arah sosial, padahal sustainability itu multidimensi, maka program Erasmus Mundus membantu Yulia untuk berkenalan dengan ekologi, teknik lingkungan dan juga coding yang banyak berhubungan dengan ekonomi sirkular

"Kita selama ini kenalnya kan konsep 3R (reuse, reduce, recycle) saja, tetapi dalam konsep sirkular ekonomi mencakup sampai 9R (refuse, rethink, reduce, reuse, repair, refurbish, remanufacture, repurpose, recycle) dan diterapkan pada semua kategori produk. Saya juga belajar LSA (life cycle asessment) yang didalamnya banyak tentang perhitungan emisi dari sebuah produk mulai dari proses produksi hingga akhir hayat, bagaimana hal itu berpengaruh pada bumi dan ekologi".

"Saya memilih mangrove karena potensinya yang begitu besar. Ada plan terperinci yang sudah saya siapkan untuk sustainable development di ekosistem itu. Dan lagi saya cukup familiar dengan mangrove karena ayah saya memiliki tambak udang di wilayah pesisir Situbondo dan menjadi salah satu mentor saya juga".

Tantangan Melecut Harapan

Dari 5 proyek lokal Karbon Biru, kegiatan penanaman mangrove masih dilakukan di lahan milik pemerintah atau milik perseorangan. Belum ada yang dilakukan di lahan milik pribadi.

"Ada satu waktu saya sempat down dan mau berhenti. Kami selalu melakukan pengawasan pada mangrove yang kami tanam. Setelah menanam 1000 mangrove yang pertama, beberapa bulan kemudian ketika kami melakukan inspeksi ternyata bibit mangrove itu hilang. Saya sempat mencari tahu pada pengawas tempat kami menanam mangrove tersebut dan mereka bilang bibit-bibit itu terseret ombak dan hilang".

"Karena kegiatan itu kami melakukan kerjasama dengan pihak sponsor, mau tidak mau kami akhirnya kembali menanam mangrove sejumlah yang hilang di tempat lain yang lebih aman sebagai ganti bibit yang hilang tersebut".

Tanam mangrove karbon biru


Dari kegagalan tersebut Yulia dan tim belajar banyak hal. Bahwa ada banyak yang harus dipastikan dan diteliti sebelum mangrove ditanam. Termasuk kesiapan lahan, dan kondisi ombak di area tanam.

Lebih jauh Yulia menyadari bahwa Karbon Biru harus mampu menanam mangrove di lahan milik sendiri agar lebih mudah dalam hal manajemen pengawasan dan keberlanjutan proyek.

"Saya sadar bahwa modal yang kami butuhkan sangat besar, tetapi kami memiliki passion lebih besar lagi. Saya yakin kami akan bisa berhasil membawa mimpi kami".

Forever Forest, Sebuah Solusi Biru

Yulia dipilih sebagai delegasi Indonesia pada ASEAN Youth Summit 2023. Isu renewable energy dan green economy menjadi fokus speech yang disampaikan Yulia.

Pengalaman memberikan edukasi pada masyarakat tentang mamgrove dan servis ekologi yang biasa disampaikan Yulia melalui seminar ataupun konsultasi ringan memberi insight bagus pada pemahaman Yulia terkait topik speech yang dibawakan.

"Untuk Karbon Biru memang fokus saat ini adalah penanaman mangrove dan edukasi pada masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan mangrove".

Plan awal Karbon Biru, mampu menutupi perairan Indonesia dengan hutan mangrove. Manfaat mangrove akan mampu dinikmati masyarakat setelah pohon mulai tumbuh besar.

Forever Forest digagas Karbon Biru sebagai proyek selanjutnya. Menanam mangrove di lahan milik sendiri di Tanjung Pecinan Situbondo. Karena ketika mangrove ditanam di lahan milik orang lain tidak akan mudah melakukan kegiatan keberlanjutan yang sudah di plot sebelumnya. Meski berat karena pendanaannya yang besar, mimpi ini mampu terealisasi berkat kegigihan Yulia mengikuti berbagai event untuk menggalian dana.

Yulia mendapat suntikan dana setelah memenangkan Global Seed Grant tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Korea SHE Foundation. Juga keringanan dari pemilik lahan yang memberikan kemudahan dengan pembelian lahan secara partial. Forever Forest akan mulai berjalan di bulan September 2024 dengan penanaman ribuan bibit mangrove.

"Setelah penanaman mangrove dan mangrove mulai tumbuh kuat, plan selanjutnya adalah mengaplikasikan silvofisheri di hutan mangrove kami. Mangrove membantu menyiapkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, juga memperbaiki kondisi air sehingga mampu juga melakukan daur ulang limbah air tambak. Dengan demikian saya berharap akan ada banyak ikan, kepiting dan udang di lahan yang kami siapkan".

"Kami juga berharap akan ada banyak burung yang membuat sarang di mangrove kami, banyak serangga yang bernyanyi di malam hari. Kami sangat berharap hutan mangrove milik kami akan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar secara langsung dengan kemampuannya memberikan servis ekologi".

Bagaimana Karbon Biru menjaga keberlanjutan

"Karbon Biru membuat saya mau tidak mau harus belajar banyak hal. Mulai dari copy writing, web design, research, designer, relationship harus mampu dikuasai. Kami melakukan promosi Karbon Biru secara efektif melalui media sosial. Kami juga membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat dunia untuk ikut berkontribusi dalam pendanaan Karbon Biru melalui beberapa aplikasi pembayaran yang tertera di website Karbon Biru".

Karbon Biru memberikan servis pasca tanam kepada volunteer dengan memberikan laporan secara berkala. Untuk jangka waktu pelaporan 1, 3, dan 5 tahun disampaikan data pengukuran besar dan tinggi pohon dan jumlah karbon terserap yang diukur menggunakan allometric methode. Pada tahun ke-10 akan ada pengukuran penyerapan karbon dan nitrogen di laboratorium secara empiris.

Mangrove progress report karbon biru


"Kami memiliki beberapa plot project untuk Karbon Biru. Jadi bukan hanya proyek penyerapan karbon tetapi katalis perubahan positif. Kami berbeda dengan komunitas lain karena Karbon Biru building with science, building with people, dan building with nature".

"Konservasi yang kami lakukan hanya sebuah awal, kami menarget mampu menciptakan hutan biru dan ekonomi biru. Termasuk di dalamnya adanya perlindungan pada masyarakat biru".

Karbon Biru berjalan selaras dengan konsep circular economy. Yulia pernah merancang monitoring framework untuk mengawasi transisi dan dampak implementasi sirkular ekonomi di Indonesia dalam tesisnya. Dengan pengalaman tersebut Yulia mampu mendesain konsep circular economy pada Karbon Biru secara berkelanjutan. Dengan hutan mangrove akan ada komitmen terhadap konservasi, penyerapan karbon, menumbuhkan ekonomi biru yang terus berkembang (dalam hal servis ekologi oleh hutan mangrove), menyiapkan tumbuhnya keanekaragaman hayati dan perlindungan pada komunitas pesisir.

Dengan potensi Indonesia sebagai negara dengan garis pantai yang luas, Karbon Biru memiliki peluang tak terbatas untuk membangun ekosistem karbon biru berbasis mangrove dengan kapasitas penyerapan karbon yang sangat besar. Kemudian akan ada keuntungan yang tak berbilang dari peningkatan hasil panen pada kerang, kepiting, udang dan ikan-ikan yang sengaja dibiakkan di kawasan mangrove pond. Belum lagi pemanfaatan pohon mangrove itu sendiri dimana buahnya dapat dikreasikan sebagai panganan nikmat, atau batang pohon yang bisa diproduksi menjadi biofuel.

Garis pantai juga lebih aman dari erosi, serta adanya perlindungan pada komunitas pesisir dari abrasi dan ombak besar. Selain itu masyarakat juga akan bisa mendapat manfaat dari wisata edukasi tentang mangrove dan kualitas udara dan air yang lebih sehat.

Yulia Ratnasari bersama Karbon Biru menuju sustainable development Indonesia

Keberhasilan Karbon Biru memberikan peluang besar pada Yulia untuk berkembang lebih jauh lagi. Berkat Karbon Biru Yulia memenangkan SATU Award di tahun 2023 untuk kategori lainnya (dalam hal ini lingkungan). Proyek penyerapan karbon oleh Karbon Biru dipandang mampu memberikan prospek besar dalam mitigasi iklim dan pengurangan karbon bebas di udara penyebab pemanasan global terbesar saat ini.

Dari Karbon Biru pula Yulia mendapatkan kesempatan untuk menjadi delegasi Indonesia di even-even internasional sebagai pembicara. Juga beberapa penghargaan dari luar negeri untuk konsep-konsep unik yang diciptakan. Seperti saat mengikuti 10th Youth Best Project EU In ASEAN dan Best Project dang Grants dari WWF Belanda.

Yulia ratnasari karbon biru


Pengalaman-pengalaman berharga tersebut dijadikan Yulia sebagai kesempatan untuk belajar lebih banyak dalam misi menyempurnakan proyek sustainability yang digagas. Selain mengembangkan Karbon Biru, saat ini Yulia sedang membangun green house untuk orchids dan titilandsias. Konsep green house nya didesain untuk dapat memanen rainwater dengan kapasitas terpasang sampai 210.000 liter. Tentu saja ini akan mengurangi kebutuhan air tanah sangat besar. Green house tersebut akan menjadi rumah baru bagi tanaman hasil kultur jaringan yang dikembangkan Yulia selama ini.

"Saya maunya Indonesia nanti bisa menjadi negara terbesar dalam hal penyerapan karbon bebas di udara dengan kapasitas hutan mangrovenya yang besar dan terawat. Setelah itu tentu saja ada banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari hutan mangrove itu untuk kesejahteraan masyarakat sekitar. Terlepas dari servis ekologi yang mampu diberikan mangrove, masyarakat juga akan mendapat manfaat banyak dari hasil laut melimpah dan udara yang bersih."

"Dalam hal sirkular ekonomi, hutan mangrove bisa menjadi pintu pembuka untuk penanganan limbah tambak, dan mendaur ulang limbah tambak tersebut untuk digunakan sebagai silvofisheri. Petambak juga tidak perlu memberikan nutrisi berbahan kimia pada ikan karena unsur hara sudah disediakan oleh mangrove dan akan berlebih dimanfaatkan oleh hewan-hewan di ekosistem tersebut. Masyarakat juga bisa memanfaatkan batang, buah, daun mangrove untuk dijadikan bahan baku proses produksi lain."

Secara tidak langsung ketika mangrove berhasil melakukan penyerapan karbon secara maksimal dibarengi dengan gerakan green di berbagai sektor maka bukan mustahil perubahan iklim akan bisa diminimalisasi. Dampaknya, besar sekali nantinya. Di sektor pertanian dan peternakan iklim yang seimbang akan memudahkan petani untuk menghasilkan produk pertanian yang bagus tanpa dipusingkan dengan musim tanam yang tidak sesuai. 

Kemampuan tanah untuk menyerap air tanah akan meningkat dengan banyaknya tanaman pohon yang ditanam. Dari satu sektor saja sudah terlihat sustainable developmentnya. Dan dampak baik itu akan menyebar pada sektor-sektor lain.

"Ke depan kami juga akan berupaya untuk melakukan riset pada sampah-sampah yang dihasilkan masyarakat untuk dijadikan sebagai bahan baku produk yang bermanfaat. Kami juga punya plan untuk anak-anak generasi bangsa dengan membuat beberapa sumber literasi terkait mangrove yang ramah anak dan menambah insight mereka untuk ikut serta nantinya meng-goal-kan proyek kami #BluingEarthWithKarbonBiru#."

Yulia memang multitalenta, darah seninya juga mengalir deras, dibuktikan dengan beberapa proyek lukis dan grafiti yang dilakukan. Membuat buku literasi mangrove menjadi hal yang mudah dengan kemampuan tersebut.

Yulia memberi satu gebrakan yang sangat berarti bagi Indonesia, juga memberi contoh pada banyak generasi muda untuk terus berusaha memberikan sesuatu pada bangsa. Bahwa tidak apa-apa jika itu sangat kecil pada awalnya. Bahkan sekecil apapun usaha yang dilakukan, jika konsisten maka akan memberi dampak besar nantinya.

"Saat ini memang belum terlihat hasilnya, tapi kami akan terus membersamai anak-anak mangrove kami tumbuh dewasa dan mampu menampakkan hasil relevan bagi masyarakat sekitar"

"Karena bagi saya sendiri discipline is not about perfection, but continuity. Karbon Biru akan berhasil ketika semua pihak yang terlibat mampu konsisten menjaga dan melestarikan mangrove yang kami tanam. Saya rindu langit Indonesia yang biru bebas dari polusi. Suatu hari saya dan seluruh masyarakat Indonesia akan menyaksikannya". Semoga.


Referensi:

www.karbonbiru.eu

@karbonbiru

@yuliarat

Wawancara langsung dengan founder Yulia Ratnasari



Author

Marwita Oktaviana

Blogger, Book lover, Writing Enthusiast, A friend of a many students