Epidemiolog masih langka di Indonesia. Pakar dalam bidang perjalanan suatu penyakit atau wabah dari hulu ke hilir ini masih sangat sedikit jumlahnya. Semestinya perbandingan antara jumlah warga dan epidemiolog adalah 500.000:1. Namun saat ini masih sangat kurang dari angka tersebut. Kabar baiknya ada angin segar ketika Dewi Nur Aisyah, epidemiolog perempuan satu-satunya di Indonesia hadir di tengah-tengah kerontang ahli epidemi saat ini.
Perempuan berusia 34 tahun ini kembali
ke Indonesia pada tahun 2019 setelah menyelesaikan S3 di University College
London jurusan Infectious Disease
Epidemiology and Informatics. Tepat satu tahun setelah kembali, pandemi covid-19
menyerang secara global. Dewi adalah pijar terang dibalik kemelut wabah yang
menewaskan banyak penduduk. Latar belakang keilmuan dan interaksinya dengan
banyak peneliti kelas dunia membuatnya dipercaya ikut dalam Tim Satuan Tugas
Penanganan Covid-19.
Tidak tanggung-tanggung Dewi didaulat
sebagai ketua bidang data dan teknologi informasi yang membawahi ratusan
relawan untuk menyediakan pusat data terintegrasi sebagai informasi utama dalam
penanganan covid-19. Sebagai salah satu sosok penting dalam satgas sekaligus
epidemiolog, Dewi melakukan edukasi secara terus-menerus pada masyarakat
mengenai asal mula covid-19, bagaimana covid-19 menyebar, kejadian penyakit
pada populasi dan faktor-faktor yang
bisa mempengaruhi pandemi serta bagaimana cara menangani pandemi tersebut melalui
siaran langsung dan media social.
Tentu saja dengan tugas yang begitu
berat, Dewi banting tulang menyediakan akses data secara menyeluruh untuk
pandemi waktu itu. Bekerja lembur hingga tengah malam di tengah kondisinya yang
tengah hamil dilakukan dengan penuh dedikasi tinggi. Tantangan terbesarnya saat
itu Indonesia belum memiliki persiapan dalam penanganan Covid-19. Kapasitas
pelayanan dan sumber daya manusia terbatas. Logistik yang dibutuhkan seperti
APD (alat pelindung diri) juga tidak tersedia. Yang paling urgent laboratorium penelitian Covid-19 belum dimiliki. Jadi
semakin banyak tugas yang harus dilakukan oleh Dewi sebagai bagian dari satgas
covid-19.
“Pandemi adalah perang akar rumput”,
kata Dewi
Karena hal tersebut penanganan tidak
hanya pada pemerintah pusat dan daerah tetapi sampai lapisan terkecil
masyarakat di tingkat bawah. Saat merasa bahwa proses edukasi telah berjalan
dengan baik, Dewi menyiapkan strategi untuk pencegahan penularan covid-19 dengan
melakukan perubahan perilaku pada masyarakat. Dengan sinergi bersama pakar
sosiolog, tokoh agama, masyarakat dan antropolog, Dewi membuat skenario untuk
bisa mengedukasi masyarakat dengan cara yang humanis terkait perubahan perilaku
tersebut.
Melihat perkembangan covid-19 yang
begitu cepat, Dewi dan kawan-kawan menciptakan aplikasi “Bersatu Lawan Covid
(BLC)”. Aplikasi ini adalah sistem informasi terintegrasi yang menjadi navigasi
utama Indonesia dalam memahami perkembangan covid-19. Artinya satgas tidak perlu
melakukan siaran untuk mengedukasi tentang pergerakan covid-19 setiap hari.
Masyarakat bisa dengan mudah mengakses aplikasi tersebut untuk mengetahui
pergerakan pandemi secara mandiri.
Langkah selanjutnya, Dewi ikut serta
menyiapkan percepatan vaksinasi untuk mengendalikan penyebaran wabah. Mengingat
karakter masyarakat Indonesia yang kurang pro aktif, tentu saja peran satgas
amatlah besar demi suksesnya program tersebut. Big data covid-19 dalam aplikasi BLC telah membantu percepatan
pengendalian covid-19 secara simultan.
Kontribusi Dewi Nur Aisyah pada
percepatan penanganan covid-19 di Indonesia pantaslah diganjar dengan sebutan
pahlawan covid. Kerja kerasnya membuat pandemi terkontrol dan saat ini sedang
diusahakan percepatan endemi.
Perempuan yang saat ini bekerja sebagai
pimpinan Tribe Primary Care di Digital Transformation office Kementrian
Kesehatan ini masih aktif dalam satgas penanganan covid di sela-sela
kesibukannya untuk mendorong percepatan transformasi digital pada layanan
kesehatan primer di seluruh wilayah Indonesia. Tidak hanya itu Dewi juga
menjalankan tugasnya sebagai honorary senior
research associate di institute of
epidemiology and health care University College London untuk membimbing
mahasiswa S2 menyelesaikan disertasi atau penelitiannya.
Dengan kerja kerasnya Dewi diganjar
banyak penghargaan, salah satunya IPEMI Awards sebagai perempuan inspirasi
Indonesia 2021 dan Gatra Awards sebagai ikon apresiasi prestasi anak negeri di
masa pandemi 2021.
Dewi Nur Aisyah memang sudah banyak
berkarya sejak masih belia. Saat menjadi mahasiswa S1 di Universitas Indonesia,
dia berhasil menjuarai lomba karya ilmiah mahasiswa UI di tahun 2009 dan
dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi di waktu yang sama. Bersama tim,
karyanya berupa sistem reminder minum obat bagi penderita TB masuk 5 besar
dalam ajang Imagine Cup Student
Competition yang diadakan oleh Microsoft
di bidang Design for Development. Yang
membuat bangga, saat kuliah di London, bersama tim Garuda45 Dewi menjuarai
ajang Imagine Cup Student Competition tahun
2016 dengan karyanya yang bernama TB Dcare. Yaitu aplikasi yang diciptakan 4 orang
penerima beasiswa prestisius Beasiswa
Presiden Republik Indonesia yang berkuliah di Inggris.
Di tengah kesibukannya Dewi juga
berhasil menerbitkan 3 buah buku yang menjdi best seller, yaitu Awe-Inspiring
ME, Salihah Mom’s Diary, dan Awe-Inspiring US. Meski harus mengasuh ke-3
anaknya tanpa jasa pengasuh, Dewi juga aktif dalam berbagai organisasi.
Beberapa jabatan dia jalankan, diantaranya sebagai wakil sekretaris jendral
IAKMI, peneliti senior di INDOHUN, senior
epidemiology and informatics adviser di AIHSP, serta co investigator dan anggota komite eksekutif konsorsium CHIP.
Namun dengan banyaknya prestasi dan
kesibukan, Dewi sebagai seorang muslimah taat tidak pernah lupa akan tugasnya
sebagai istri dan ibu dari tiga orang anak. Dewi memahami bahwa peran penting
seorang wanita ada tiga, yakni menjadi wanita sholehah, taat pada suami, dan
menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya.
Karena itu menurut Dewi dari tiga peran
penting tersebut seorang wanita haruslah produktif dan bermanfaat dalam
hidupnya. Menebar kebaikan dengan apa yang bisa dilakukan. Bekerja ikhlas dan
tersinergi dengan waktu pengasuhan anak.
Dewi Nur Aisyah adalah contoh dari
perempuan hebat dengan segudang prestasi. Ilmu yang didapat digunakan dengan
semaksimal mungkin memajukan Indonesia. Meski iming-imimg pekerjaan di luar
negeri dengan income besar, tetapi Dewi
sadar bahwa Indonesia adalah tanah airnya. Maka sejauh apapun langkah yang
telah ditempuh, Indonesia adalah tempat bernama rumah, tempat pulang. Semoga
kehadiran Dewi sebagai epidemiolog perempuan satu-satunya dapat memantik
prestasi wanita-wanita Indonesia lainnya untuk bergerak bersama membesarkan
Indonesia. Semoga.
“Karena
manisnya iman hanya dapat dirasakan bagi mereka yang senantiasa mengukir
kebaikan dan tak kenal lelah melakukan perbaikan. Hingga di akhir kehidupan,
indahnya ketakwaan akan berbuah manis pada surge yang dijanjikan. Saat itulah
segala lelah ikhtiar dan bulir perjuangan berbalas jauh lebih indah dari apa
yang dibayangkan”. Dewi Nur Aisyah dalam situs weblog.
0 comments