Hayooo siapa yang kecilnya suka didongengin sama bapak atau ibunya?
Kebetulan saya dan adik-adik mengalami masa kecil dengan semangat berapi-api menjelang tidur, karena akan mendengan aneka macam dongeng dari ibu atau bapak.
Kepel ini salah satu dongeng yang tidak saya temukan dalam banyak literatur. Mungkin ini semacam sastra lisan yang diturunkan dari Mbah buyut sampai ke nenek. ibu. saya.
Saya coba men-transkripsikan agar tidak hilang karena sialnya saya hilang ingatan, misalnya. Atau anak-anak saya sudah tidak sesemangat saya dulu mendengar dongeng.
Ini juga saya nulisnya se-ingatnya saya, semoga memang sama seperti cerita yang ditutur oleh ibu saya dulu dan tidak ada yang ter-skip.
KEPEL
Alkisah di sebuah hutan di wilayah
utara pulau Jawa hiduplah seorang anak perempuan bersama ibunya. Kepel nama
anak perempuan itu. Entah perihal apa mereka justru menikmati tinggal di hutan
rimba penuh dengan binatang buas. Sejak ayahnya meninggal Kepel dan ibunya
mewarisi sebuah tongkat kayu dari ayahnya, mereka tinggal di sebuah gubuk
dikelilingi pohon rindang. Meskipun tinggal di hutan rimba mereka tidak pernah
kekurangan makanan, di hutan banyak tersedia makanan, banyak pohon yang bisa
dipetik buahnya, banyak tanaman umbi-umbian yang bisa mereka gali dan
binatang-binatang kecil yang bisa ditangkap untuk dimakan. Ibu dan anak itu
saling mengisi, saling melengkapi, bercanda, dan tertawa bersama saling mengisi
akibat kekosongan karena kehilangan sang ayah. Kepel tahu bahwa ibunya sangat
berduka akibat meninggalnya ayah mereka, karena itu dia berusaha untuk dapat
menyenangkan dan menghibur ibunya. Meskipun masih kecil Kepel suka pergi ke
kedalaman hutan hanya untuk memetik anggrek hutan yang sangat disenangi ibunya,
tanpa takut akan binatang buas yang mengintai.
“Biyung1 lihat aku dapat anggrek hutan lagi, kali ini
warnanya hitam, cantik sekali”, Kepel menepuk-nepuk ibunya yang berbaring di
ranjang.
“Terima kasih Nduk2, sudah kamu jangan keluar masuk hutan lagi demi
mencarikan ibu anggrek ini, nanti kalau ada binatang buas bisa bahaya”, tukas
ibu Kepel
“Tidak apa Biyung, Kepel suka mencarikan Biyung
anggrek ini, biar Biyung bisa
tersenyum dan melupakan kesedihan Biyung,”tukas
Kepel.
“Biyung hanya tidak bias melupakan Bapakmu Nduk, maafkan Biyung”,
ibu Kepel tak kuasa menahan tangisnya.
Melihat itu hati Kepel remuk redam,
dia hanya ingin ibunya tidak lagi bersedih atas meninggalnya ayah.
Namun
meskipun Kepel sudah berusaha menyenangkan hati ibunya, tetap saja kesedihan
ibunya karena ditinggal oleh suami tercinta telah membuat ibunya sakit-sakitan.
Dan setelah satu bulan merundung duka akhirnya sang Ibu menyusul sang bapak
menjemput ajalnya. Sebelum meninggal ibu Kepel menyerahkan sebuah barang untuk
disimpan oleh Kepel, barang itu adalah buntalan berisi kemenyan. Kepel menerima
dengan hati yang berat, kesedihan akibat ditinggal oleh ayahnya belumlah hilang
sudah ditambah dengan kehilangan ibunya. Sungguh Kepel tak kuasa menahan
kesedihannya. Kepel menguburkan ibunya di samping kuburan ayahnya. Tempat
penguburan yang dipilih bukan tempat sembarangan. Kuburan ayah dan ibu Kepel
berada di samping sebuah sendang yang dinaungi pohon beringin yang sangat
besar. Di atas kuburan ayahnya Kepel menancapkan tongkat kayu peninggalan
ayahnya dulu, sedangkan di atas kuburan ibunya diletakkan buntalan kemenyan
dari ibunya. Ayah dan ibu Kepel pernah berpesan agar menjaga barang peninggalan
mereka dengan baik agar bisa digunakan pada saat dibutuhkan. Kedua benda itu akan
memberikan bantuan yang dibutuhkan Kepel. Selesai menguburkan ibunya Kepel
pergi ke dalam hutan mencari Anggrek hutan yang sangat disenangi ibunya. Nanti
bunga itu akan digunakan Kepel untuk menghiasi pusara ibunya. Sambil mnangis
Kepel mulai berjalan merambah hutan.
###
“Wasanta, segera persiapkan
kelengkapan berburuku, aku akan pergi berburu ke wilayah utara”, Panji Seputro
memerintahkan pengawal pribadinya segera bersiap.
“Siap Kanjeng3,
perlengkapan berburu Kanjeng selalu dalam kondisi siap digunakan, kiranya kapan
Kanjeng berniat berangkat?”, jawab Wasanta.
“Oh bagus kalau sudah siap, aku
sudah tidak sabar berangkat, ayo Wasanta kita berangkat sekarang saja”, tukas
Panji Seputro
Setelah persiapan singkat Panji Seputro
ditemani pengawal Wasanta menarik kekang kuda berangkat ke wilayah utara Jawa.
###
Kepel
yang tinggal hidup sendiri di dalam hutan tidak lagi menempati gubuk tempatnya
berteduh dulu. Hari demi hari hanya duduk menunggui makam ayah dan ibunya
sambil terus menangis.
“Gusti,
aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, mengapa tidak Kau ambil
juga nyawaku agar aku bisa bersama ayah dan ibuku lagi”, ratap Kepel pada Tuhan
Yang Maha Agung.
Setelah
berhari-hari duduk di depan makam ayahnya sambil memandangi pohon Beringin di
depannya, Kepel akhirnya memutuskan untuk mengikat dirinya di dahan pohon
Beringin tersebut.
Dalam
benak Kepel buat apa juga dia pergi dari tempat ini, di sini ada ayah dan
ibunya jadi dia bisa bersama dengan ayah dan ibunya sepanjang waktu. Hari
berganti hari Kepel yang terikat di dahan pohon terus menangis tanpa makan dan
minum. Sesekali terdengar Kepel bernyanyi memanggil ibunya.
Yung Biyung, Biyung Biyung
Nyuwun sega wadahe tuwung
Nyuwun bojo sing diiring payung4
Suaranya
menggema seantero hutan rimba, sungguh menyayat hati. Karena berhari-hari
menangis tanpa makan dan minum tubuh Kepel menjadi kurus kering dan sulit
dibedakan dengan dahan pohon.
###
Sementara
itu Panji Seputro dan Wasanta sudah tiba di hutan tempat tujuan mereka, setiba
di hutan mereka beristirahat sejenak melepas lelah. Esoknya mereka mulai
merambah hutan mencari hewan buruan. Menurut kabar burung di hutan ini banyak
sekali binatang buruan. Panji Seputro sudah lama menginginkan berburu di hutan
ini, namun baru kali ini bias terwujud.
“Wasanta,
menurutmu kita harus mulai dari mana perburuan kali ini?”, tanya Panji Seputro.
“Sebaiknya
kita putari dulu bagian luar hutan ini baru nanti merambah hutan sebelah dalam,
Kanjeng”, jawab Wasanta.
“Baiklah,
ayo jalan”, tukas Panji Seputro.
###
Karena
tidak menemukan satu pun hewan buruan di wilayah luar hutan, Panji Seputro dan
Wasanta segera merambah hutan bagian dalam. Baru saja memasuki wilayah dalam
hutan rimba, Wasanta melihat kelebatan seekor rusa hutan.
“Wasanta
apa kau juga melihatnya?”, Panji Seputro menyandang busur dan menyiapkan anak
panahnya.
“Sendika5
Kanjeng, saya rasa larinya ke arah timur”, jawab Wasanta sambil menarik tali
kekang.
Berdua
mereka bergegas mengejar rusa yang masuk jauh ke dalam hutan, setelah
berputar-putar beberapa lamanya Panji Seputro dan Wasanta kehilangan jejak rusa
buruan mereka.
“Kemana
larinya rusa tadi, kita sudah berputar-putar dari tadi tetap tidak telihat
kelebatannya”, Panji Seputro menghentakkan tali kekang kudanya dengan keras.
“Saya
juga merasa rusa tadi menghilang begitu saja Kanjeng, karena mengejar rusa tadi
kita sampai harus masuk begitu dalam ke hutan ini”, jawab Wasanta.
Mereka
masih berputar-putar selama beberapa waktu di area itu, berharap rusa buruan
mereka memperlihatkan diri kembali. Tiba-tiba Panji Seputro menarik kekang
kudanya dan berhenti mendadak.
“Wasanta,
kau dengar itu?”, Panji Seputro membalik posisi kudanya menghadap Wasanta.
“Seperti
ada suara orang menangis dan bersenandung Kanjeng, tapi apa mungkin ada orang
yang tinggal di hutan belantara seperti ini”, Wasanta menajamkan
pendengarannya.
Panji
Seputro dan Wasanta kebingungan dan berputar-putar mencari arah suara yang
mereka dengar. Setelah berputar beberapa waktu mereka tiba di pohon Beringin
yang menaungi sendang, tempat Kepel mengikat dirinya.
“Sumber
suaranya dari sini Kanjeng, tapi saya tidak melihat ada orang di sekitar sini,
tempat ini membuat saya merinding Kanjeng”, ujar Wasanta.
“Kau
benar Wasanta, tempat ini memang terlihat agak suram, pohon Beringinnya begitu
besar, mari kita berputar barangkali suara tangis dan senandung itu berasal
dari bagian belakang pohon”, tukas Panji Seputro.
Panji
Seputro dan Wasanta mengitari pohon Beringin besar itu sambil meneliti
sekeliling, namun tetap saja mereka tidak menemukan sosok manusia disana.
“Wasanta
benarkah yang kita dengar tadi suara manusia, atau mungkin itu suara makhluk
halus?tempat ini membuatku merinding”, kata Panji Seputro pada Wasanta.
Wasanta
yang bertambah ragu dengan pendengarannya, sedari tadi mencari tetap tidak
ditemukan sosok manusia di sekitar mereka.
“Kulo
jalma manungsa, Kanjeng5”, tiba-tiba ada suara di atas mereka.
Panji
Seputro dan Wasanta terkejut bukan main mendengarnya. Spontan mereka menengok
ke atas, di dahan pohon di atas mereka terlihat seperti buntalan kain kotor,
setelah mereka teliti ternyata ada sesosok manusia kecil, kurus dan sangat
kotor. Sepintas jika tidak memperhatikan dengan teliti terlihat seperti dahan
yang dibuntal kain.
“Siapa
kamu?, kenapa kamu terikat di dahan seperti itu?”, Tanya Panji Seputro.
“Saya
Kepel, Kanjeng, saya mengikat diri di dahan pohon ini karena saya sudah tidak
punya siapa-siapa, lebih baik saya mati di pohon ini”, jawab Kepel.
Panji
seputro langsung memerintahkan Wasanta mengambil parang dan memutus ikatan yang
melilit tubuh Kepel. Butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk dapat melepaskan
Kepel dari dahan tersebut. Karena sudah terikat begitu lama di dahan pohon,
tubuh Kepel jadi menempel kuat di dahan pohon.
“Sudah
berapa lama kamu terikat di pohon ini, kenapa sampai melekat kuat begini?’,
tanya Wasanta.
“Saya
tidak tahu Kanjeng, saya sudah tidak lagi menghitung waktu sejak ayah dan ibu
saya meninggal, saya hanya menangis dan menangis tiap harinya”, jawab Kepel.
“Apa
kamu tidak lapar, tidak haus, kenapa tidak keluar saja dari hutan ini dan
melanjutkan hidup di kampung?”, Tanya Panji Seputro
“Saya
sudah tidak punya siapa-siapa Kanjeng, hidup di luar hutan ini saya tidak
sanggup, biarlah saya mati saja”, Kepel menjawab sambil menangis.
Selama
beberapa waktu Panji Seputro dan Wasanta berusaha melepaskan Kepel. Setelah
terlepas Panji Seputro memandikan Kepel di sendang karena Kepel memang sangat
kotor sekali.
Setelah
bilasan pertama, kotoran di tubuh Kepel larut dalam air sendang, menjelmalah
sesosok putrid cantik yang kecantikannya seperti rembulan pertama. Panji
membilas Kepel sampai 14 kali dan setiap bilasan membuat Kepel menjelma menjadi
semakin cantik. Pada bilasan terakhir Kepel sudah berubah menjadi secantik
bidadari.
Panji
Seputro kebingungan karena ternyata Kepel adalah seorang wanita. Dan karena
kain yang tadi digunakan Kepel sangat kotor dan sudah lapuk, kain itu hancur
saat Panji Seputro meloloskan
Kepel dari dahan pohon.
“Kepel
kamu ini sebenarnya siapa?, tidak mungkin kamu hanya gadis biasa, kecantikanmu
ini setara putri”, Panji Seputro menanyai Kepel.
“Nama
saya sebenarnya Dewi Limarang, Kanjeng. Tetapi ayah dan ibu saya biasa memanggil
saya Kepel, saya bukan putri hanya gadis biasa saja”, jawab Kepel.
Panji
Seputro dan Wasanta bertukar pandang tak percaya, tidak mungkin gadis secantik
ini hanya orang biasa. Panji Seputro berfikir, mungkin Kepel merasa dirinya
gadis biasa saja karena tidak mengetahui silsilah keluarganya. Tak heran karena
Kepel hanya tinggal bertiga bersama ayah dan ibunya.
Saat
ini panji Seputro kebingungan karena Kepel sama sekali tidak punya pakaian yang
bisa menutupi tubuhnya.
“Wasanta,
tidak adakah kain yang bisa digunakan untuk menutup tubuh Kepel ini?”, Tanya
Panji Seputro.
“Maaf
Kanjeng tapi kita tidak punya persediaan pakaian ataupun kain saat ini”, jawab
Wasanta.
“Mohon
maaf Kanjeng, kalau Kanjeng kesulitan mencarikan saya kain, sudilah kiranya
Kanjeng mencabut tongkat kayu yang ada di atas makam ayah saya dan
mematahkannya”, kata Kepel pada Panji Seputro.
Panji
Seputro yang keheranan saling bertukar pandang dengan Wasanta. Namun meskipun
heran dengan permintaan Kepel, Panji Seputro tetap berjalan kea rah makam ayah
Kepel dan mencabut tongkat kayu yng menancap di situ. Tongkat kayu itu
sebenarnya hanya tongkat kayu biasa saja, bahkan bisa dibilang jelek dan mulai
rapuh. Panji Seputro menyerahkan tongkat kayu itu pada Kepel.
“Ini
tongkat kayunya Kepel, sekarang patahkan seperti yang tadi kamu bilang”, ujar
Panji Seputro.
“Maaf
Kanjeng, tapi tongkat ini harus dipatahkan oleh Kanjeng, bukan saya, hanya
orang yang tepat yang bisa membuat keajaiban pada tongkat ini”, jawab Kepel.
“Baiklah
jika itu maumu”, jawab Panji Seputro.
Dengan
sekali tekuk tongkat kayu itupun patah di tangan Panji Seputro. Tiba-tiba dari
patahan tongkat kayu itu muncullah pakaian-pakaian indah seperti pakaian para putri
dan jumlahnya sangat banyak lengkap dengan perhiasan yang sepadan dengan
pakaian-pakaian itu.
“Gusti
Pengeran!6, bagaimana bisa muncul pakaian sebanyak ini”, teriak
Wasanta kaget.
Panji
Seputro pun tak kalah kaget dengan Wasanta, namun Panji Seputro segera menepis
kekagetannya dan memakaikan salah satu pakaian ke tubuh Kepel.
“Kepel
bagaimana kamu bisa memiliki tongkat ajaib ini?”, Tanya Panji Seputro.
“Itu
tongkat pemberian ayah saya Kanjeng, saya tidak tahu ayah saya mendapatkan
tongkat itu dari mana”, jawab Kepel.
Panji
seputro kemudian memberikan makanan dan minuman kepada Kepel sambil
berbincang-bincang. Banyak hal yang ditanyakan Panji Seputro pada Kepel hingga
waktu tak terasa sudah semakin sore. Setelah berbincang cukup lama dengan
Kepel, timbul ketertarkan pada di hati Panji Seputro pada Kepel.
“Wasanta
bagaimana menuutmu jika aku menjadikan Kepel istriku?, kasihan jika dia harus
hidup sendiri di hutan seperti ini”, tanya Panji Seputro setelah mereka beranjak
menjauh dari Kepel.
“Menurut
saya, apa yang Kanjeng katakana cukup beralasan, saya tidak melarang Kanjeng
memperistri Kepel, dilihat dari tingkah laku dan tutur katanya Kepel sepertinya
dididik dengan benar oleh ibu dan bapaknya”, jawab Wasanta.
###
Akhirnya Panji Seputro dan Kepel
pun menikah dengan Wasanta sebagai saksinya. Karena Kepel tidak ingin
meninggalkan hutan tempat kedua orang tuanya dimakamkan, akhirnya Panji Seputro
memutuskan untuk membuat tempat tinggal di hutan tersebut.
“Wasanta tolong kamu kumpulkan
peralatan dan bahan-bahan untuk membuat gubuk kecil disini untuk tinggalku dan Ndoro Putrimu6 disini”,
perintah Panji Seputro kepada Wasanta.
“Kakang7 tidak perlu susah-susah membuatkan saya tempat
tinggal, saya minta tolong supaya kemenyan yang ada di buntalan kain warisan
orang tua saya dibakar di tempat Kakang ingin membuatkan saya gubuk”, Kepel
menyela pembicaraan Panji Seputro dan Wasanta.
“Maksudmu bagaimana Dewi?”, Tanya
Panji Seputro pada Kepel.
“Kakang bakar saja kemenyannya, nanti
Kakang akan tahu sendiri”, jawab Kepel.
Meskipun masih bingung dengan apa
yang dikatakan Kepel, Panji Seputro menyuruh Wasanta untuk membakar kemenyan di
sebelah barat sendang tempat Panji Seputro ingin mendirikan gubuk untuk Kepel.
Betapa kagetnya Panji Seputro dan Wasanta ketika kemenyan terbakar tiba-tiba
muncul sebuah istana megah dari bekas pembakaran kemenyan tersebut lengkap
dengan isinya.
Akhirnya mereka bertiga tinggal di
istana megah tersebut dan hidup dengan nyaman. Kepel tinggal di istana tersebut
sambil bekerja membatik kain jarit, sementara Panji Seputro dan Wasanta berburu
di sekitar hutan.
###
Tanpa
sepengetahuan mereka bertiga ternyata di dalam hutan tempat mereka tinggal juga
merupakan tempat tinggal seorang raksasa perempuan bernama Tok Tok Kerot. Suatu
hari ketika Panji Seputro dan Wasanta berburu, tanpa mereka sadari Tok Tok
Kerot melihat mereka berdua. Melihat ketampanan Panji Seputro, Tok Tok Kerot
jatuh hati dan ingin menjadikannya suami.
Tanpa
sepengetahuan Panji Seputro dan Wasanta, Tok Tok Kerot mengikuti mereka sampai
di istana tempat mereka tinggal. Tok Tok Kerot mengira bahwa Panji Seputro
belum memiliki istri. Dia kaget melihat ada perempuan berwajah cantik yang
keluar menyambut Panji Seputro yang tak lain adalah istri Panji Seputro. Merasa
tersaingi Tok Tok Kerot memasang rencana untuk menghadapi Kepel.
###
Pagi
harinya ketika Panji Seputro dan Wasanta pergi berburu, Tok Tok Kerot
mendatangi rumah Kepel.
“Bukakno lawangmu, yen ora tak rajang-rajang
kaya kembang, tak iris-iris kaya buncis!7”, Tok Tok kerot
menggedor pintu rumah Kepel.
Kepel
yang ketakutan karena melihat ada raksasa di depan rumahnya segera lari ke
dalam rumah. Namun karena Tok Tok Kerot terus menggedor pintu rumahnya akhirnya
Kepel membuka pintu rumahnya. Tok Tok Kerot segera menerjang masuk ke rumah.
Kepel yang ketakutan langsung berlindung di balik tiang rumah. Tok Tok kerot
mulai menjelajah rumah Kepel mencari-cari cara untuk bisa melenyapkan Kepel dan
dapat memiliki Panji Seputro.
Karena
Kepel sehari-harinya membatik saat Panji Seputro pergi berburu, di dalam rumah
terdapat peralatan memmbatik. Selain itu Kepel selalu menyiapkan hidangan untuk
Panji Seputro agar ketika tiba dari berburu Panji Seputro bisa langsung
menyantap makanan dan beristirahat.
“Iku apa?8”, Tanya Tok Tok
Kerot pada Kepel sambil menunjuk kompor tempat Kepel mencairkan malam.
“Niku malam Bibi”9, jawab
Kepel.
“Mengko yen Kangmasmu teka siramen awak’e,
yen ora tak rajang-rajang kaya kembang, tak iris-iris kaya buncis”,10
perintah Tok Tok Kerot pada Kepel.
Selain
memerintahkan Kepel menyiran Panji Seputro dengan malam panas, Tok Tok Kerot
juga memerintahkan Kepel mengiris lidah Panji Seputro dan memukul kepalanya
dengan Durian. Tok Tok Kerot berharap nantinya Panji Seputro akan membenci
Kepel jika Kepel melakukan apa yang dia suruh.
Meskipun
Kepel tidak mau melakukan hal yang diperintahkan oleh Tok Tok Kerot, namun
Kepel juga takut akan ancaman Tok Tok Kerot. Dalam kebingungannya tiba-tiba Panji Seputro datang
dari berburu. Belum sempat beristirahat tiba-tiba Kepel langsung mengiris lidah
Panji Seputro, darah pun bercucuran, namun segera diusap Kepel menggunakan kain
jaritnya dan dengan serta merta lidah Panji Seputro kembali seperti semula.
Setelah itu Kepel memukul kepala dengan durian
dan menyiram tubuh Panji Seputro dengan malam panas. Seperti ketika
mengiris lidah Panji Seputro, Kepel langsung mengusap luka yang timbul dengan
kain jaritnya dan Panji Seputro menjadi sehat seperti sedia kala.
Panji
Seputro kebingungan dengan tingkah istrinya, mengapa tiba-tiba Kepel melakukan
hal-hal mengerikan pada dirinya. Panji Seputo pun memutuskan untuk pergi dari
rumah bersama Wasanta.
Tengah
malam mereka berdua memacu kuda pergi
meninggalkan rumah dan hutan tempat Kepel tinggal. Sebelum pergi Panji Seputro
memerintahkan Wasanta agar sepanjang perjalanan Wasanta menaburkan sekam agar
nantinya jika Kepel mencari keberadaan Panji Seputro tidak tersesat.
###
Pagi
harinya ketika bangun tidur Kepel merasa sangat sedih karena tidak menemukan
Panji Seputro, sambil menangis Kepel mencari dan memanggil suaminya di
sekeliling rumah. Namun sampai siang Kepel tidak menemukan Panji Seputro.
Saat
sudah hampir putus asa, Kepel menemukan ada jejak sekam yang mengarah keluar
hutan. Kepel yakin itu adalah jejak yang ditinggalkan suaminya untuk ia ikuti.
Sambil berlari Kepel mengikuti jejak itu berharap dapat bertemu dengan
suaminya. Sepanjang jalan Kepel terus menangis.
###
Setelah
beberapa hari berjalan menembus hutan, Kepel akhirnya tiba di jalan desa.
Karena seumur hidup belum pernah keluar hutan Kepel merasa takut dan bngung
tidak tahu harus ke arah mana mencari suaminya. Jejak sekam yang ditinggalkan
Panji Seputro sudah tidak ditemukan lagi setelah keluar dari wilayah hutan.
Kepel terus berjalan tanpa tahu arah hanya pasrah kemana kakinya melangkah.
Dalam
keadaan lusuh, lapar dan haus Kepel terus berjalan. Sampai akhirnya Kepel
bertemu dengan ibu pencari kayu bakar. Oleh ibu itu Kepel lantas dibawa pulang
ke rumahnya tak jauh dari situ. Setiba di rumah Kepel diminta untuk mandi dan
berganti baju kemudian diberi makan dan minum. Ibu tersebut menanyai siapa
gerangan Kepel dan apa tujuannya. Kepel pun menceritakan kisah hidupnya pada
ibu tersebut sambil berlinang air mata. Ibu pencari kayu itu pun trenyuh dan
kemudian meminta Kepel tinggal dirumahnya sampai menemukan suaminya tersebut.
Ibu itupun bercerita bahwa dirinya sempat menemukan jejak sekam diluar hutan
mengarah ke selatan, tapi sudah dibersihkan olehnya pada saat mencari kayu
bakar. Kepel merasa bersemangat setelah mendengar cerita ibu tesebut. Namun
Kepel harus menahan keinginannya untuk kembali menyusuri jejak suaminya karena
ibu pencari kayu bakar itu memaksa Kepel untuk beristirahat sejenak dirumahnya
untuk memulihkan diri.
###
Setelah
dua hari beristirahat, Kepel akhirnya memulai lagi pencarian jejak suaminya,
kali ini ditemani oleh ibu pencari kayu bakar yang memaksa ikut karena
mencemaskan keselamatan Kepel. Mereka berjalan terus ke selatan mengikuti jejak
sekam yang mereka temukan kembali tak jauh dari tempat ibu pencari kayu bakar
membersihkan jejak sekam beberapa hari yang lalu.
###
Setelah
seminggu berjalan, Kepel dan ibu pencari kayu bakar memasuki kota. Ketika itu
sedang hari pasar dan banyak penjual yang menjajakan dagangannya, sehingga
suasana begitu ramai. Oleh ibu pencari kayu bakar Kepel di ajak beristirahat
sejenak di sebuah kedai. Mereka makan dan minum sambil mengistirahatkan diri.
“Ibu
kalau boleh tahu apa nama tempat ini?”, Tanya Kepel pada pemilik kedai.
“Nama
tempat ini Kediri Nduk, kamu ada apa jauh-jauh datang kesini?”, Tanya ibu pemilik kedai.
“Saya
sedang mencari suami saya Bu, apa Ibu kenal dengan orang yang bernama Panji
Seputro atau Wasanta?”, Tanya Kepel lagi.
“Panji
Seputro?, seluruh Kediri pasti kenal dengan nama itu, kenapa kamu mencari Panji
Seputro?”, Tanya ibu pemilik kedai.
“Tidak
apa-apa Bu, apa Ibu tahu dimana saya bisa menemukan Panji Seputro?”, kata
Kepel.
“Pergi
saja ke pendopo kota, minta penjaga di sana untuk bertemu dengan Panji Seputro”,
kata ibu pemilik kedai.
Kepel
sangat penasaran siapa sebenarnya suaminya, mengapa semua orang di Kediri kenal
dengannya dan bagaimana bisa suaminya tinggal di pendopo kota.
Karena
begitu ingin segera bertemu dengan suuaminya, Kepel meminta ibu pencari kayu
segera berangkat ke pendopo kota. Sesampai di pendopo Kepel meminta izin kepada
penjaga untuk bisa bertemu dengan Panji Seputro.
“Namamu
siapa, ada kepentingan apa sehingga kamu ingin bertemu dengan Tuan kami?”, tanya
penjaga.
“Nama
saya Kepel, Tuan, tolong katakana saja pada Ndoro Tuan bahwa saya sudah
berjalan berhari-hari untuk dapat bertemu Ndoro Tuan”, kata Kepel. Kepel
sengaja merahasiakan jati dirinya sebagai istri Panji Seputro.
“Baiklah,
silahkan tunggu sebentar”, kata Penjaga.
Kepel
dan ibu pencari kayu bakar menunggu di teras pendopo. Tak berapa lama terdengar
derap kaki seseorang dari belakang. Kepel pun segera berdiri. Sambil bercucuran
air mata Kepel melihat Panji Seputro berlari ke arahnya. Setelah menatap Kepel
dengan seksama, Panji Seputro langsung memeluk Kepel, melampiaskan kerinduanya.
Penjaga dan ibu pencari kayu terbengong-bengong menyaksikan keduanya
berpelukan.
Panji
seputro kemudian menjelaskan pada penjaga bahwa Kepel adalah istrinya. Dia pun
menjelaskan pada Kepel bahwa dia adalah Pangeran kerajaan Kediri saat ini.
Kepel tidak peduli siapa Panji Seputro, baik dia orang biasa ataupun pangeran.
Kepel sudah teramat bahagia bisa bertemu kembali dengan suaminya.
Akhirnya
Kepel dan ibu pencari kayu bakar tinggal di pendopo atas permintaan Panji
Seputro. Setelah beberapa hari, kerajaan mengadakan pesta pernikahan untuk
Panji Seputro dan Kepel yang sekarang dikenal dengan nama Dewi Limarang dengan
meriah. Dan akhirnya Kepel dan Panji Seputro hidup dengan bahagia.
Panggilan Ibu
dalam bahasa Jawa1
Nduk/Genduk,
Panggilan kepada anak perempuan Jawa2
Panggilan kepada
orang yang derajatnya lebih tinggi dalam bahasa Jawa3
Bu Ibu, Ibu Ibu
Minta nasi
tempatnya mangkok
Minta suami yang
diiringi payung3
Siap4
Saya manusia,
Tuan5
Sebutan pada
Sang Pencipta6
Buka pintumu,
jika tidak ku cincang tubuhmu seperti bunga, ku iris seperti buncis7
Itu apa?8
Itu malam bibi9
Nanti kalau
suamimu dating, siram tubuhnya dengan malam itu, kalo tidak kucincang tubuhmu
seperti bunga, kuiris seperti buncis.10
April, , 2019
#dongeng pengantar
tidur anakku#
0 comments