Di sebuah desa di tanah Karo hiduplah seorang pemuda bernama Toba. Ia bekerja mengolah sawah sebagai petani. Seringkali setelah mengolah sawah Toba pergi memancing ikan di sungai. Ikan itu ia pakai sebagai lauk makan sehari-hari. Sungai yang jernih menghasilkan banyak sekali ikan sehingga mudah ditangkap.
Suatu hari setelah mengolah sawah, Toba memancing kembali di sungai. Tidak seperti biasa, kali itu ia tidak mendapatkan ikan satu pun hingga sore. Karena kesal Toba berniat melempar kailnya. Tetapi tiba-tiba seekor ikan besar berwarna jingga menyambar kail itu. Toba tertawa senang dan membawa ikan itu untuk dimasak di rumah.
Ketika ditinggalkan di atas meja karena Toba ingin menghidupkan tungku, ikan itu tiba-tiba menghilang. Yang tersisa hanya beberapa keping uang emas di atas meja. Karena marah Toba akhirnya memutuskan untuk tidur saja. Betapa kagetnya Toba saat membuka kamarnya, ia mendapati seorang wanita cantik sedang menghadap cermin di kamarnya.
Perempuan itu bercerita bahwa ia adalah jelmaan ikan dan koin emas di atas meja adalah perwujudan sisiknya. Toba yang terpikat kecantikan perempuan itu meminta agar menjadi istrinya. Ia menyetujui keinginan Toba dengan syarat Toba tidak akan pernah mengungkit asal usulnya.
Akhirnya mereka menikah dan dikaruniai seorang putra yang diberi nama Samosir. Saosir tumbuh menjadi anak yang malas dan manja. Ibunya terlalu memanjakan anak semata wayangnya itu.
Samosir hanya bermalas-malasan saja di rumah dan tidak mau membantu Toba di sawah. Suatu hari sang ibu memintanya untuk mengantarkan bekal makanan untuk ayahnya di sawah karena sang ibu sedang sibuk melakukan hal lain.
Dengan bersungut-sungut Samosir akhirnya berangkat membawa bekal tersebut. Karena lapar Samosir memakan bekal untuk ayahnya hingga tinggal sisa sedikit saja. Sesampai di sawah ia serahkan bekal itu pada sang ayah.
Toba sangat murka melihat bekal makannya tinggal sisa-sisa padahal dirinya sudah sangat lapar. Samosir dipukul olehnya dan dikatai sebagai anak ikan. Samosir yang ketakutan berlari pulang sambil menangis.
Sesampai di rumah Samosir menceritakan kejadian di sawah dengan lengkap pada ibunya.
"Pergilah ke atas bukit tertinggi dan jangan kembali".
Samosir segera berlari ke atas bukit. Sang ibu memastikan sang anak sudah sampai di puncak bukit sebelum berlari ke arah sungai. Setiba di sungai sang ibu segera menerjunkan diri ke arus sungai yang kencang dan kembali berubah menjadi ikan.
Luapan air membuncah seketika menenggelamkan lembah tempat tinggal Toba hingga menjadi sebuah danau seperti saat ini. Toba dan Samosir tak terlihat lagi sejak itu. Itulah kenapa dinamakan Toba dan pulau yang ada ditengahnya dinamakan Samosir.
Demikian kisah tentang terjadinya danau Toba. Dari kisah tersebut saya membuat puisi sebagai berikut:
PEREMPUAN IKAN
By: Marwita Oktaviana
Karo dan gemah ripah
Adalah penggarap sawah, Toba namanya
Di sisa-sisa hari, kail disauh ikan-ikan berlabuh
Bahagia disandang meski hanya seorang
Suatu kali, hari terik
Kail tak nampak dikait, Toba berjenggit
Senja telah terhampar di langit barat, semacam firasat
Seketika rona terpampang, daya disandang juang
Kail memikat ikan sewarna jingga bertubuh agam
Perempuan dari wujud ikan, Toba tercengang
Secantik khayangan, perempuan tak mau pulang
Sisik emas dan pelaminan sebagai taruhan
“Jangan kau ungkit asal mulaku”
Satu kalimat sebagai pengikat,
Toba dan perempuan berikrar bergandengan
Samosir buah cinta pekat tak berjeda
Tubuh manja tak kenal nestapa
Perempuan jengah, coba berkilah
Samosir dan pangan sebakai bekal disandang dalam
gamang
Sawah dan sang ayah dalam pandangan, Samosir gundah
Tinggal separuh, Toba mengucap serapah
“Dasar anak ikan!”
Samosir pulang, airmata membanjir genang
Perempuan mendengar sumpah dipatahkan
“Naik ke puncak tertinggi dan jangan kembali”
Perempuan melabuh pada gemericik air
Sungai mengalir semacam banjir
Serupa Adam dan Hawa, terusir nirwana
Janji semacam mantra, segala bermula
Karo tergenang, Toba tertinggal dalam kubangan
Perempuan malih rupa berkawan sesal
0 comments