Satu suapan cukup membuatku auto flashback ke masa 13 tahun silam. Saat
pertama kali kujejakkan kaki di tanah Sendangagung. Satu suapan yang membuatku
mengingat masa-masa perjuangan menjadi santri. Satu suapan nasi muduk yang dulu
selalu aku nantikan saat sebulan sekali dijadwalkan jalan-jalan keliling desa. Keluar
dari lingkungan pondok. Nasi yang kutemui di jalan atas bukit. Di depan rumah
salah satu guru pondok. Biasanya kami berebutan mengantri. Berlari menanjak
dengan semangat 45 untuk dapat mengantri paling pertama, takut kehabisan. Waktu
itu hanya seharga Rp. 500 saja sudah dapat sebungkus nasi muduk.
Dulu aku akan membungkus beberapa nasi muduk
pesanan teman-teman yang tidak ikut keluar pondok. Lalu nanti akan dimakan
bersama-sama di pondok. Saling rebutan takut dihabiskan oleh teman. Jadinya makan
seperti sedang perang perebutan nasi. Memang saat itu nasi muduk adalah menu
paling enak bagi kami yang terbiasa makan hanya ditemani nasi, sepotong tempe
atau tahu dan sayur.
Nasi muduk adalah nasi khas dari daerah
Sendangagung kecamatan Paciran, Lamongan. Nasinya berupa nasi kuning dengan
rempah khusus dengan rasa yang gurih dan harum yang memikat. Ditambah sambal
khas nasi muduk dan beberapa lauk seperti bakwan, kering tempe, dadar atau ayam
goreng. Yang paling bikin kangen tentu saja sambalnya. Aku tidak pernah
menjumpai sambal seperti sambal nasi muduk di lain tempat. Hanya di desa
Sendangagung ini saja. Yang bikin istimewa juga adalah pembungkusnya. Kalau biasanya
nasi bungkus dikemas dengan kertas minyak atau sterofom, nasi muduk ini justru
dikemas dengan daun jati yang membuat rasanya semakin khas.
Hari ini alhamdulillah bisa dapat nasi muduk
dari teman menulis. Kita memang berjanji bertemu di salah satu tempat wisata
terkenal di daerah Lamongan, yaitu WBL (wisata bahari lamongan). Aku dan empat
teman penulis antologi bertemu di sana. Kopdar pertama kita setelah sekian lama
bersua di dunia maya. Jadinya aku dan keempat temanku langsung tanjak’an nasi muduk itu sebungkus
berempat. Berebut seperti para santri. Padahal usia kami sudah emak-emak semua. Tapi seru dan bisa
menambah nafsu makan. Tak berselang lama ludes sudah nasi muduk itu.
Wah, kok aq melewatkan nasi muduk ini ya, 2 tahun aq di lamongan tp tak pernah berjumpa sama nasi ini 😀
ReplyDeleteadanya cuma di desa Sendangagung Paciran kak
Deletewaahhh baru denger nasi muduk ini ... :D
ReplyDeleteHampir seperti nasi kuning cuma pakai rempah lebih komplit
DeleteBaru denger nasi munduk, taunya nasi uduk..😊
ReplyDeletemirip-mirip lah bu :)
Delete